KARAWANGPORTAL - Sebagian masyarakat ada yang belum bisa membedakan antara sosok bernama HAMID ALGADRI dengan sosok bernama Syarif Abdul Hamid Alkadrie alias Sultan Hamid II.
Keduanya sama-sama keturunan Arab, namun dengan predikat yang berbeda. Hamid Algadri tidak punya garis keturunan dengan Nabi Muhammad, sedangkan Abdul Hamid Alkadrie punya garis keturunan dengan Nabi Muhammad, sehingga di depan namanya diberi predikat Syarif.
Hamid Algadri lahir di Pasuruan pada tanggal 10 Juli 1912. Beliau adalah seorang pejuang perintis kemerdekaan Indonesia keturunan Arab yang berperanan dalam perundingan Linggarjati, perundingan Renville, Konferensi Meja Bundar.
Selain itu, Hamid Algadri merupakan salah satu anggota parlemen pada masa awal berdirinya negara Republik Indonesia.
Pada tahun 1942, Hamid Algadri menikahi Zena binti Husein Alatas yang saat itu berusia 18 tahun. Zena adalah putri Husein Alatas Ketua PAI (Persatuan Arab Indonesia).
Dari pernikahan Hamid Algadri dengan Zena Alatas lahirlah empat putra-putri, yaitu Atika, Maher, Adila, dan Sadik.
Anak pertama, Atika Algadri kelak menikah dengan Nono Anwar Makarim pada tahun 1970, yang menghasilkan dua putra-putri, yaitu Rayya dan Nadiem.
Jadi, Hamid Algadri adalah kakek kandung Nadiem Makarim yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Dari jalur ayahnya, leluhur Hamid Algadri berasal dari Hadramaut di jazirah Arab. Sedangkan ibunya mempunyai garis keturunan dari Malabar, India.
Hamid Algadri menempuh pendidikan formal sekolah dasar ELS, sekolah menengah MULO dan AMS. Pada tahun 1936 Hamid Algadri melanjutkan pendidikan ke Rechts Hooge School (Pendidikan Tinggi Hukum) di Batavia. Menurut catatan sejarah, Hamid Algadri merupakan keturunan Arab pertama yang menempuh pendidikan di Universitas.
Pasca Persetujuan Renville ditandatangani pada bulan Januari 1948, Hamid Algadri bersama Mister Ali Budiardjo mendirikan Gerakan Plebisit RI untuk menggagalkan pembentukan Negara Pasundan yang digagas Belanda. Akibatnya, Hamid Algadri dijebloskan ke penjara Wirogunan di Yogyakarta.
Oleh pemerintah Indonesia, Hamid Algadri dianugerahi Satya Lencana pada tahun 1978, dan diakui sebagai tokoh Perintis Kemerdekaan.
Beliau meninggal pada tanggal 25 Januari 1998, dan dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta.
Keduanya sama-sama keturunan Arab, namun dengan predikat yang berbeda. Hamid Algadri tidak punya garis keturunan dengan Nabi Muhammad, sedangkan Abdul Hamid Alkadrie punya garis keturunan dengan Nabi Muhammad, sehingga di depan namanya diberi predikat Syarif.
Hamid Algadri lahir di Pasuruan pada tanggal 10 Juli 1912. Beliau adalah seorang pejuang perintis kemerdekaan Indonesia keturunan Arab yang berperanan dalam perundingan Linggarjati, perundingan Renville, Konferensi Meja Bundar.
Selain itu, Hamid Algadri merupakan salah satu anggota parlemen pada masa awal berdirinya negara Republik Indonesia.
Pada tahun 1942, Hamid Algadri menikahi Zena binti Husein Alatas yang saat itu berusia 18 tahun. Zena adalah putri Husein Alatas Ketua PAI (Persatuan Arab Indonesia).
Dari pernikahan Hamid Algadri dengan Zena Alatas lahirlah empat putra-putri, yaitu Atika, Maher, Adila, dan Sadik.
Anak pertama, Atika Algadri kelak menikah dengan Nono Anwar Makarim pada tahun 1970, yang menghasilkan dua putra-putri, yaitu Rayya dan Nadiem.
Jadi, Hamid Algadri adalah kakek kandung Nadiem Makarim yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Dari jalur ayahnya, leluhur Hamid Algadri berasal dari Hadramaut di jazirah Arab. Sedangkan ibunya mempunyai garis keturunan dari Malabar, India.
Hamid Algadri menempuh pendidikan formal sekolah dasar ELS, sekolah menengah MULO dan AMS. Pada tahun 1936 Hamid Algadri melanjutkan pendidikan ke Rechts Hooge School (Pendidikan Tinggi Hukum) di Batavia. Menurut catatan sejarah, Hamid Algadri merupakan keturunan Arab pertama yang menempuh pendidikan di Universitas.
Pasca Persetujuan Renville ditandatangani pada bulan Januari 1948, Hamid Algadri bersama Mister Ali Budiardjo mendirikan Gerakan Plebisit RI untuk menggagalkan pembentukan Negara Pasundan yang digagas Belanda. Akibatnya, Hamid Algadri dijebloskan ke penjara Wirogunan di Yogyakarta.
Oleh pemerintah Indonesia, Hamid Algadri dianugerahi Satya Lencana pada tahun 1978, dan diakui sebagai tokoh Perintis Kemerdekaan.
Beliau meninggal pada tanggal 25 Januari 1998, dan dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta.
No comments:
Post a Comment
Karawang Portal | adalah tempat belajar blogger pemula dan profesional. Kamu bisa menemukan kami di sosial media berikut.
Note: Only a member of this blog may post a comment.