Nama Bagus Burhan memang banyak. Tapi, Bagus Burhan yang lahir bulan Maret tahun 1802 hanyalah Raden Ngabehi Ronggo Warsito, seorang pujangga besar budaya Jawa.
Ayah Bagus Burhan, Mas Pajangswara adalah keturunan Kesultanan Pajang. Sedangkan ibunya, keturunan dari Kesultanan Demak. Mas Pajangswara, ayah Burhan merupakan cucu dari Yasadipura II, pujangga utama Kasunanan Surakarta.
Bagus Burhan muda dikirim kakeknya untuk berguru kepada Kyai Imam Kasan Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari, Ponorogo. Bagus Burhan sempat berulah, bahkan kabur ke Madiun. Namun akhirnya ia dengan sadar kembali ke Ponorogo.
Setelah kembali ke Ponorogo, Bagus Burhan tercerahkan oleh dinamika alam saat ia berada di Sungai Kedungwatu. Sejak saat itu Bagus Burhan berubah menjadi pemuda alim dan gemar mengaji.
Usai berguru dan berdakwah, Bagus Burhan kembali ke Surakarta dan diangkat sebagai cucu oleh Panembahan Buminoto yang merupakan adik Pakubuwana IV. Pada tanggal 28 Oktober 1819, Bagus Burhan diangkat menjadi Carik Kadipaten Anom dengan gelar Mas Pajanganom.
Bagus Burhan menikah dengan Raden Ayu Gombak pada tanggal 9 November 1821. Raden Ayu adalah putri Adipati Cakradiningrat dari Kediri. Bagus Burhan pun tinggal di Kediri.
Dari Kediri, Bagus Burhan berkelana hingga ke Pulau Dewata Bali, untuk mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.
Pada tahun 1830, ayahanda Bagus Burhan meninggal dunia di Belanda. Kemudian Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom, menggantikan ayahnya. Bagus Burhan pun mendapat gelar Raden Ngabei Ronggo Warsito.
Dekade berikutnya, pada tanggal 14 September 1845, Raden Ngabei Ronggo Warsito diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII, menggantikan posisi mbah buyutnya, Yasadipura II, yang meninggal dunia.
Interaksi Ronggo Warsito dengan Pakubuwana VII sangat harmonis. Pada masa inilah Ronggo Warsito banyak melahirkan karya sastra. Bahkan, Ronggo Warsito juga dikenal sebagai peramal.
Salah satu ramalan Ronggo Warsito adalah tentang kemerdekaan Indonesia yang akan terjadi pada tahun Wiku Sapta Ngesthi Janma. Kalimat Wiku Sapta Ngesthi Janma terdapat dalam Serat Jaka Lodang.
Jika ditafsirkan, dari kalimat Wiku Sapta Ngesthi Janma akan diperoleh angka 7-7-8-1. Sebagai kalimat Suryasengkala, maka cara membacanya adalah dari belakang ke depan, menjadi 1877. Yang dimaksud adalah tahun 1877 Saka, bertepatan dengan tahun 1945 masehi.
Ayah Bagus Burhan, Mas Pajangswara adalah keturunan Kesultanan Pajang. Sedangkan ibunya, keturunan dari Kesultanan Demak. Mas Pajangswara, ayah Burhan merupakan cucu dari Yasadipura II, pujangga utama Kasunanan Surakarta.
Bagus Burhan muda dikirim kakeknya untuk berguru kepada Kyai Imam Kasan Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari, Ponorogo. Bagus Burhan sempat berulah, bahkan kabur ke Madiun. Namun akhirnya ia dengan sadar kembali ke Ponorogo.
Setelah kembali ke Ponorogo, Bagus Burhan tercerahkan oleh dinamika alam saat ia berada di Sungai Kedungwatu. Sejak saat itu Bagus Burhan berubah menjadi pemuda alim dan gemar mengaji.
Usai berguru dan berdakwah, Bagus Burhan kembali ke Surakarta dan diangkat sebagai cucu oleh Panembahan Buminoto yang merupakan adik Pakubuwana IV. Pada tanggal 28 Oktober 1819, Bagus Burhan diangkat menjadi Carik Kadipaten Anom dengan gelar Mas Pajanganom.
Bagus Burhan menikah dengan Raden Ayu Gombak pada tanggal 9 November 1821. Raden Ayu adalah putri Adipati Cakradiningrat dari Kediri. Bagus Burhan pun tinggal di Kediri.
Dari Kediri, Bagus Burhan berkelana hingga ke Pulau Dewata Bali, untuk mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.
Pada tahun 1830, ayahanda Bagus Burhan meninggal dunia di Belanda. Kemudian Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom, menggantikan ayahnya. Bagus Burhan pun mendapat gelar Raden Ngabei Ronggo Warsito.
Dekade berikutnya, pada tanggal 14 September 1845, Raden Ngabei Ronggo Warsito diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII, menggantikan posisi mbah buyutnya, Yasadipura II, yang meninggal dunia.
Interaksi Ronggo Warsito dengan Pakubuwana VII sangat harmonis. Pada masa inilah Ronggo Warsito banyak melahirkan karya sastra. Bahkan, Ronggo Warsito juga dikenal sebagai peramal.
Salah satu ramalan Ronggo Warsito adalah tentang kemerdekaan Indonesia yang akan terjadi pada tahun Wiku Sapta Ngesthi Janma. Kalimat Wiku Sapta Ngesthi Janma terdapat dalam Serat Jaka Lodang.
Jika ditafsirkan, dari kalimat Wiku Sapta Ngesthi Janma akan diperoleh angka 7-7-8-1. Sebagai kalimat Suryasengkala, maka cara membacanya adalah dari belakang ke depan, menjadi 1877. Yang dimaksud adalah tahun 1877 Saka, bertepatan dengan tahun 1945 masehi.
No comments:
Post a Comment
Karawang Portal | adalah tempat belajar blogger pemula dan profesional. Kamu bisa menemukan kami di sosial media berikut.
Note: Only a member of this blog may post a comment.